Minggu, 27 Maret 2011

Kesesakan dan kepadatan penduduk

1. KESESAKAN dan KEPADATAN PENDUDUK
Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di dunia tidak terbatas.
Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di dunia pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara (misalnya : Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang bersifat fisik maupun psikis dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial yang nyata dalam perspektif psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk adalah semakin banyaknya orang yang mengalami stres dan berperilaku agresif destruktif.

Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam perspektif psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan kesesakan dan kepadatan menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini dan lebih mendalam dalam usaha mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang pasti akan timbul pada masa kini dan masa yang akan datang.

2. MENGAPA PENDUDUK DUNIA MAKIN PADAT.

Masalah kependudukan atau lebih tepatnya lagi masalah kepadatan penduduk yang melanda hampir hampir semua negara di dunia dewasa ini, sebenarnya adalah akibat menurunnya tingkat kematian dengan tanpa disertai menurunnya tingkat kesuburan. Umumnya di negara-negara berkembang (maju) sudah mampu menurunkan tingkat kesuburannya, sedangkan di negara yang sedang berkembang belum mampu menurunkan tingkat kematian dan tingkat kesuburannya.
Sekarang ini, kira-kira ¾ penduduk dunia hidup di negara-negara yang sedang berkembang. Dibandingkan dengan mereka yang hidup di negara berkembang (maju) tingkat kelahirannya berbeda jauh. Di negara yang sedang berkembang angka kelahirannya mencapai 37.5 per 1000 penduduk. Seorang wanita di negara sedang berkembang mempunyai 5-6 orang, sementara di negara maju rata-rata jumlah anaknya hanya 2 orang.
Angka kelahiran yang tertinggi terjadi di beberapa negara Asia dan Afrika, dimana untuk setiap pasangan suami-istri mempunyai rata-rata jumlah anak 6-8 orang. Di negara-negara ini angka kelahirannya tersebut tercatat cukup tinggi, yaitu mencapai 45 per 1000 penduduk.
Ada alasan-alasan tertentu mengapa tingkat pertambahan penduduk di negara-negara yang sedang berkembang itu tetap tinggi. Beberapa pendapat yang diperkuat oleh hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat pertambahan penduduk yang tinggi tersebut antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Sejak berabad-abad lamanya kesuburan yang tinggi itu merupakan jawaban terhadap kematian yang tinggi untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga bangsa dan agama.
2. Di negara-negara yang sedang berkembang, anak adalah kekayaan orang tua yang paling dibanggakan karena merupakan jaminan sosial, ekonomi, dan emosi di hari tua. Oleh karena itu, kesuburan sangat dihormati untuk menjamin cukup anak, terutama anak laki laki.
3. Di negara-negara agraris, anak laki-laki sangat diperlukan untuk membantu mengerjakan sawah ladang atau melaksanakan upacara keagamaan tertentu pada waktu orang tuanya meninggal. Anak juga dianggap merupakan jaminan bagi para ibu, apabila kelak mereka diceraikan atau dimadu. Di negara-negara yang sedang berkembang, perkawinan pada usia remaja sering dilakukan, terutama bagi wanita di daerah pedesaan. Banyaknya perkawinan muda usia tersebut antara lain disebabkan orang tua merasa malu kalau anak gadisnya belum ada yang melamar, takut menjadi perawan tua. Oleh karena itu, banyak orang tua yang aktif mencarikan jodoh (calon suami) bagi anak gadisnya, meskipun anak gadisnya belum cukup umur untuk menikah, bahkan belum menginjak usia remaja.
4. Para orang tua dan mertua selalu mengharapkan perkawinan anaknya segera dikaruniai anak. Bagi mereka ini penting, sebab anak dari perkawinan tersebut merupakan bukti kesuburan anak gadisnya atau kejantanan anak laki-lakinya. Kebudayaan untuk menunda anak pertama pada usia yang lebih tua belum ada, sehingga pasangan itu akan dihadapkan kepada masa subur yang sangat panjang.


DAMPAK
Pasti ada dampak dari suatu hal yang berlebihan begitu pula overloadnya Jakarta. Kesesakan yang diakibatkan oleh berlebihannya pendduduk Jakarta mengakibatkan; Sifat Konsumtif, Kekumuhan kota, Kemacetan lalu lintas, Kriminalitas yang tinggi, Struktur kota yang berantakan, isu Jakarta tenggelam, Banjir, pelebaran kota dengan tata kota yang tidak baik, melonjaknya sector informal, terjadinya kemerosotan kota, dan pengembangan industry yang menghasilkan limbah.
Dalam hal perbaikan, pemerintah Jakarta memang mengambil langkah-langkah untuk membatasi urbanisasi. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi masuknya migran ke kota, dengan hanya mereka yang telah dijamin pekerjaannya diijinkan untuk tinggal di kota, sementara petugas dari lembaga ketertiban umum kota sering melakukan serangan terhadap warga ilegal.
Semua upaya untuk mengekang tingkat kelahiran di kota itu akan menjadi tidak berarti jika kita tidak dapat membatasi urbanisasi. Untuk mengatasi masalah ini, Jakarta tidak bisa bekerja sendiri karena masih ada faktor yang mendorong urbanisasi dari berbagai daerah. Namun Semua masalah ini hanya bisa dipecahkan jika ada kemauan politik dari pemerintah pusat untuk menangani masalah mengurangi kesenjangan antara Jakarta dan provinsi-provinsi lainnya.

Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2010/12/05/kepadatan-penduduk-sebagai-akar-dari-permasalahan-kota-jakarta/


Contoh kasus

Angkutan Jakarta Quo Vadis ?
Perasaan ini saya rasakan setelah bekerja pada suatu kota di km 28 jalan tol jakarta-cikampek. Perjalanan dari Jakarta ke kota tempat bekerja dengan menggunakan jasa angkutan umum saya rasa merupakan pilihan yang cukup ekonomis dan sekaligus dapat beristirahat di dalam kendaraan. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat beberapa permasalahan pada angkutan umum, jangankan dari aspek kenyamanan, aspek keselamatan yang merupakan syarat utama dari bisnis angkutan umum sering terabaikan. Jadi janganlah kita tergesa-gesa bermimpi untuk mempunyai sistem transportasi yang mampu menjamin ketepatan waktu, karena dari sisi kelayakan, kelengkapan dan sikap berkendaraan pun kadang tidak diperhatikan.

Pada waktu berangkat ke tempat kerja, penantian bus sudah cukup lama dan bilamana ada didapati bus dengan penumpang yang melebihi kuota, sehingga harus menunggu bus yang agak kosong. Teapi karena pada saat itu merupakan jam padat terpaksa saya bergelantungan di bus yang penuh sesak dengan teknik mengemudi seperti layaknya film laga “Speed. Satu aspek keselamatan sudah terabaikan dan yakinkah kita sang empunya bus juga memperhatikan aspek fisik kendaraan seperti uji emisi gas buang pada busnya ? Adakah kita temui dalam bus itu alat pemadam api ringan (APAR), kotak PPPK, segitiga pengaman dan lain-lainnya ?
Saat pulang sekitar pukul 20.00 dimana bus angkutan umum sudah sirna dari kota di km 28 tol Jakarta – Cikampek, saya pulang menggunakan kendaraan omprengan dengan merk “Isuzu” tetapi orang sering bilang “elp”. Di sana cukup mencengangkan lagi, satu kendaraan diisi oleh 27 penumpang (dengan pengemudi, kalau penumpang masih kurang, maaf pengemudi tidak mau berangkat) dan kendaraan itu melaju di jalan tol. Tapi memang bangsa kita adalah bangsa yang tidak banyak complaint dan serba nrimo, para penumpang juga tidak banyak yang mengeluh (atau putus asa karena tidak ada pilihan lain). Layakkah sebuah “elp” berjalan dengan kecepatan 60 – 80 km/jam di jalan tol membawa 27 orang penumpang ?
Kemudian saya melanjutkan perjalanan pulang menggunakan bus yang dikatakan orang masih baru, nyaman, ber-AC, mampunyai kelengkapan darurat seperti: pemecah kaca darurat, bahkan ada yang mempunyai APAR; tidak polusi karena berbahan bakar gas dan yang terpenting mempunyai jalan sendiri yang tidak dapat diganggu gugat oleh kendaraan lain. Dengan harapan yang membuncah saya mencobanya karena transportasi ini membuat terobosan baru di bidang pertransportasian, alih-alih kenyamanan yang saya dapatkan, penantian yang panjang saya rasakan dalam menunggu bus tersebut (karena saat itu sudah pukul 21:00 lebih) dan hal itu juga dirasakan oleh berpuluh-puluh orang yang juga sedang menanti pada shelter tersebut dan mungkin pada shelter-shelter yang lain. Setelah bus yang dinantikan datang bisa para pembaca sekalian perkirakan penumpang menjadi berlebihan, berjubel dan tidak ada informasi keberadaan bus berikutnya dengan rute yang sama, sehingga mungkin penumpang takut kehabisan kendaraan. Inilah pentingnya penjaminan waktu dari sistem transportasi kita. Seperti di tetangga kita Malaysia, di Kuala Lumpur central station setelah kereta berangkat selalu ada pengumuman bahwa kereta berikutnya akan datang lagi dalam sekian menit sehingga penumpang tidak berebut untuk masuk di atu kereta. Akhirnya saya pulang dengan bus yang penuh sesak, tak leluasa bergerak dan gerah karena AC tidak terasa lagi.
Rekan pembaca yang budiman, mungkin layak jalan janganlah kita terpaku pada tangible atau bentuk fisik semata, tetapi juga bagaimana cara angkutan tersebut bersikap dan beroperasi di jalan. Penjaminan mutu kendaran memang mutlak perlu tetapi sikap serta prilaku para pengemudi dan manajemen angkutan juga perlu diperbaiki. Bila saya menilai secara keseluruhan bukan 72% angkutan umum di jakarta tidak layak tapi mungkin lebih dari itu ...........
Oleh : Mochamad Arif Nugroho

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/welcome/opinipublik_all/29

0 komentar:

Posting Komentar